Ekonom: BI Perlu Tahan Bunga Acuan, Redam Tekanan dari Pasar AS

Diterbitkan pada Kamis, 18 March 2021

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) dipandang perlu menahan suku bunga acuan melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan ini, yang dilaksanakan pada 17-18 Maret 2021. LPEM FEB UI berpandangan hal tersebut merupakan langkah mitigasi untuk menjaga stabilitas Rupiah dari risiko depresiasi lebih lanjut di bulan ini. Menurut Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky, hal tersebut disebabkan oleh inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi pada bulan lalu sehingga menyebabkan para investor percaya bahwa Federal Reserve Bank (The Fed) akan menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi.
 
Tekanan dari pasar AS diprediksi akan bertahan hingga akhir pekan ini sembari menunggu hasil dari pertemuan The Fed yang digelar 16-17 Maret 2021. Meskipun, The Fed telah memberi isyarat bahwa tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat.
 
“Sebagai dampaknya, pasar saat ini bergerak dengan sangat hati-hati sebelum pertemuan The Fed. Di tengah ketidakpastian ini, kami melihat bahwa BI harus lebih waspada terhadap setiap risiko peningkatan volatilitas eksternal,” tulis Teuku dalam kajian bertajuk ‘Seri Analisis Makroekonomi BI Board of Governor Meeting’ yang dikutip Bisnis, Rabu (17/3/2021).
 
Depresiasi Rupiah mulai terjadi kembali di sekitar minggu keempat Februari 2021 dari sekitar Rp14.000 menjadi Rp14.400. Berdasarkan data Bloomberg, Rupiah mengakhiri pergerakan pada level Rp14.427 per dolar AS, Rabu (17/3/2021), setelah melemah 17,50 poin atau 0,12 persen dibandingkan penutupan kemarin.
 
Hal yang senada juga disampaikan oleh Ekonom Bank Permata Josua Pardede. Dia memperkirakan BI 7 Days Repo Rate (BI7DRR) masih akan bertahan pada 3,5 persen di Maret 2021, sama seperti bulan lalu. Menurutnya, keputusan RDG BI bulan ini akan sangat dipengaruhi oleh hasil keputusan Fed dalam Federal Open Market Committe (FOMC) Maret 2021 yang akan digelar nanti malam. Terutama, terkait assesment terhadap perekonomian Amerika Serikat (AS) dan arah suku bunga Fed dalam jangka menengah.
 
“Oleh sebab itu, dengan upaya mendorong terciptanya stabilitas rupiah serta masih berlanjutnya transmisi kebijakan moneter dan makroprudensial BI, yang direspons juga oleh tren penurunan suku bunga perbankan, diharapkan akan tetap mendukung pemulihan ekonomi domestik dalam jangka pendek ini,” jelasnya.
 
Josua menyebut penahanan level suku bunga acuan mempertimbangkan rupiah yang volatil berdasarkan peningkatan rata-rata one-month implied volatility menjadi 8,1 persen sepanjang Maret 2021, dari kisaran 7,8 persen di Februari 2021. Volatilitas pergerakan kurs rupiah dapat mendorong pelemahan rupiah sebesar 2,3 persen secara rata-rata pada Maret 2021 dibandingkan bulan sebelumnya.


Kembali