IHSG Tertekan, Pelaku Pasar Disarankan Hati-Hati Pilih Saham

Diterbitkan pada Senin, 13 May 2019

Jakarta, CNN Indonesia -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah selama tiga pekan berturut-turut. Pelaku pasar tampak semakin waspada dalam melakukan transaksi beli.

Sejumlah analis bahkan menyarankan pasar bersikap tetap menunggu (wait and see) atau tidak langsung memborong saham meski harganya sekarang sedang murah-murahnya. Saran diberikan lantaran IHSG diprediksi masih bergerak dalam tren pelemahan untuk jangka pendek. 

Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido mengatakan sebaiknya pelaku pasar menahan aksi beli jika tujuannya untuk jangka pendek dan menengah. Namun, jika tujuan untuk jangka panjang ia menyatakan tak masalah.


"Jadi kondisinya kalau untuk sepekan masih wait and see, tapi kalau untuk jangka panjang bisa dicermati saham yang potensinya masih bagus," ungkap Kevin kepada CNNIndonesia.com, Senin (13/5).
 
Salah satu yang bisa dikoleksi mulai pekan ini, yakni saham PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA). Kevin berpendapat saham tersebut memiliki prospek cerah sejalan dengan kinerja keuangannya tahun ini.

Sebagai salah satu bank yang masuk dalam jajaran Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 4, kinerja keuangan Bank CIMB Niaga memang belum bisa menandingi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).

"Tapi ada potensi pendapatan perusahaan naik 6 persen tahun ini dan laba bersih naik 19,5 persen," kata Kevin.

Bila ramalan itu tercapai, laba bersih Bank CIMB Niaga yang pada 2018 sebesar Rp3,5 triliun bisa tumbuh mencapai Rp4,1 triliun. Dari segi persentase angkanya juga lebih besar, karena pada 2018 lalu kenaikannya hanya 16,95 persen.
 
"Dari kondisi fundamental ini jadi ada potensi saham Bank CIMB Niaga juga akan naik," tutur Kevin.

Kebetulan, saham Bank CIMB Niaga masih murah atau berada di bawah target. Berbeda dengan saham Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BCA yang harganya sudah cukup tinggi.

"Kalau sudah tinggi, sudah sentuh target maka ada potensi turun. Kalau saham Bank CIMB Niaga terbuka peluang untuk naik," ujar dia.

Jika dilihat, saham empat bank dengan nilai kapitalisasi besar di sektor perbankan itu sudah di atas Rp4 ribu per saham. Rinciannya, saham BRI terakhir bertengger di level Rp4.120 per saham, Bank Mandiri Rp7.475 per saham, BNI Rp8.600 per saham, dan BCA Rp28.050 per saham.
 
Sementara, saham Bank CIMB Niaga masih di area Rp1.000 per saham. Tepatnya, pada Jumat (10/5) kemarin harga sahamnya berakhir di level Rp1.070 per saham.

"Target jangka panjang bisa ke level Rp1.460 per saham, saya rasa satu tahun bisa tercapai," kata Kevin.

Sementara, Analis Anugerah Sekuritas Bertoni Rio menilai saham sektor semen, infrastruktur, dan properti bisa dicermati pelaku pasar. Pasalnya, ketiga sektor itu tak terpengaruh oleh sentimen penurunan harga komoditas.

Seperti diketahui, pelemahan IHSG beberapa hari terakhir ini disebabkan oleh perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang semakin memanas. Sentimen global itu turut menghantam harga sejumlah komoditas.

"Perang dagang sudah dikumandangkan dengan berlakunya tarif impor untuk barang-barang China pada akhir pekan kemarin," ujar Bertoni.
 
Sebelumnya Presiden AS Donald Trump sempat mengancam pemerintahannya akan mengerek tarif impor barang China. Ancaman itu rupanya bukan isapan jempol semata, karena mulai Jumat (10/5) kemarin AS benar-benar menaikkan tarif impor China dari 10 persen menjadi 25 persen.

"Jadi mayoritas saham tertekan cukup dalam pekan kemarin," imbuhnya.

Pekan ini, Bertoni merekomendasikan saham PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR), PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON), PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP), dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON). 

"Relatif kinerja juga masih bagus," terang dia.
 
Merujuk pada kinerja masing-masing perusahaan sepanjang 2018, Semen Indonesia mencatatkan pertumbuhan laba bersih mencapai 89,5 persen dari Rp1,62 triliun menjadi Rp3,07 triliun. Diikuti oleh Wijaya Karya Beton yang meraup laba bersih Rp486,35 miliar, naik 44,26 persen dari sebelumnya Rp337,12 miliar.

Lalu, laba bersih Pakuwon Jati tahun lalu tercatat naik 35,82 persen dari Rp1,87 triliun menjadi Rp2,54 triliun. Sementara, pertumbuhan laba bersih Waskita Beton Precast terlihat paling tipis hanya 10 persen menjadi Rp1,1 triliun dari posisi sebelumnya Rp1 triliun. (agt)


Kembali