Rupiah Dekati Rp14.300 Terseret Yield Obligasi AS

Diterbitkan pada Selasa, 02 March 2021

 
Jakarta, CNN Indonesia -- 

Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.260 per dolar AS pada perdagangan pasar spot Senin (1/3) pagi. Mata uang Garuda melemah 0,18 persen jika dibandingkan perdagangan Jumat (26/2) sore di level Rp14.235 per dolar AS.

Pagi ini, mata uang di kawasan Asia bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Kondisi ini ditunjukkan oleh yen Jepang turun 0,03 persen, dolar Taiwan melemah 0,22 persen, rupee India koreksi 1,44 persen, dan ringgit Malaysia turun 0,10 persen.

Sedangkan, won Korea Selatan naik 0,08 persen, yuan China naik 0,09 persen, bath Thailand naik 0,09 persen, dan dolar Singapura naik 0,01 persen.

Sementara itu, mayoritas mata uang di negara maju menguat di hadapan dolar AS. Tercatat, poundsterling Inggris naik 0,39 persen, dolar Australia menguat 0,60 persen, dolar Kanada naik 0,29 persen, dan franc Swiss menguat 0,03 persen.

Direktur PT Solid Gold Berjangka Dikki Soetopo mengatakan tekanan pada rupiah disebabkan oleh kenaikan imbal hasil (yield) obligasi (treasury) AS.

Sepanjang pekan lalu, yield treasury AS tenor 10 tahun sempat naik 17 basis poin menjadi 1,51 persen yang merupakan level tertinggi sejak awal Februari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi.

Dikki menuturkan kenaikan yield treasury AS tersebut berisiko memicu capital outflow (aliran modal keluar) dari pasar obligasi Indonesia, sebab selisih yield dengan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menyempit.

Sementara itu, mayoritas mata uang di negara maju menguat di hadapan dolar AS. Tercatat, poundsterling Inggris naik 0,39 persen, dolar Australia menguat 0,60 persen, dolar Kanada naik 0,29 persen, dan franc Swiss menguat 0,03 persen.

Direktur PT Solid Gold Berjangka Dikki Soetopo mengatakan tekanan pada rupiah disebabkan oleh kenaikan imbal hasil (yield) obligasi (treasury) AS.

Sepanjang pekan lalu, yield treasury AS tenor 10 tahun sempat naik 17 basis poin menjadi 1,51 persen yang merupakan level tertinggi sejak awal Februari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi.

Dikki menuturkan kenaikan yield treasury AS tersebut berisiko memicu capital outflow (aliran modal keluar) dari pasar obligasi Indonesia, sebab selisih yield dengan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menyempit.


Kembali